Jumat, 08 Februari 2008

MAN 2 Model Banjarmasin (Selayang Pandang, Peluang dan Harapan)

MAN 2 MODEL BANJARMASIN

(Selayang Pandang, Peluang dan Harapan)

Oleh : Taufikurrakhman, S.Pd.I*)


TERMINOLOGI madrasah sebagai nama lembaga pendidikan Islam dewasa ini tidak asing lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia. Madrasah Aliyah, seperti halnya Sekolah Menengah Umum (SMU) yang berada di bawah koordinasi Depdiknas, terbagi menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS). Yang disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok atau yayasan.

Dalam perkembangannya, pada Madrasah Aliyah kemudian juga dikenal istilah Madrasah Aliyah Negeri Model (MAN Model), Madrasah Aliyah Keagamaan dan Madrasah Aliyah Keterampilan (MAK). Madrasah Aliyah Negeri Model adalah madrasah yang di desain dengan berbagai kelengkapan serta keunggulan dalam aspek akademik, kualifikasi guru dan kepala madrasah, fasilitas serta memiliki kualitas manajemen dan administrasi yang baik. Keberadaannya diharapkan menjadi contoh dan pusat sumber belajar bersama bagi madrasah lain yang ada di sekitarnya.

Hingga saat ini, jumlah Madrasah Aliyah Negeri Model tercatat sebanyak 35 madrasah yang tersebar di 27 propinsi melalui proyek pengembangan Madrasah Aliyah DMAP (Development of Madrasah Aliyah’s Project) ADB. Hanya pada tiga propinsi baru, yakni: Bangka Belitung, Gorontalo dan Maluku Utara tidak terdapat MAN Model.

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Banjarmasin adalah sekolah tingkat menengah sederajat SMU yang berciri khas agama Islam di bawah Departemen Agama, cq Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Islam. Madrasah yang berlokasi di jalan Pramuka (jalan tembus terminal km.6) ini telah ditetapkan sebagai salah satu dari beberapa MAN Model di Indonesia.

Madrasah ini pada mulanya PGAN 6 tahun berlokasi di komplek Mulawarman, yang kemudian dialihfungsikan menjadi Madrasah Aliyah dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 64, tanggal 25 April 1990. Karena lokasi di Mulawarman terlalu sempit dan tidak memungkinkan untuk dikembangkan, maka sejak 1984 direlokasi ke jalan Pramuka Km.6 di lokasi sekarang ini. Dengan semakin berkembangnya tuntutan peningkatan mutu Madrasah, maka melalui keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Nomor E.IV/PP.00.6/KEP/17.A/1998 tanggal 20 Pebruari 1998 MAN 2 Banjarmasin diproses menjadi MAN Model untuk kawasan Kalimantan Selatan, dengan nomor statistik NSM 311637202074.

Pada tanggal 25 Pebruari 2005 oleh Dewan Akreditasi Madrasah Propinsi Kalimantan Selatan (Departemen Agama Republik Indonesia Kantor Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan) telah dilakukan Akreditasi Madrasah sebagai Madrasah Terakreditasi dengan peringkat A (Sangat Baik/ Unggul) dengan Piagam Akreditasi Madrasah Aliyah Nomor: A/Kw.17.4/4/PP.03.2/MA/08/2005

Hingga kini, madrasah yang berada di komplek Semanda, RT.20 No. 28 Banjarmasin Timur ini secara berkesinambungan terus berpacu dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan, sehingga saat ini telah menjadi salah satu sekolah favorit di Kalimantan Selatan.

Hal ini nampak melalui berbagai prestasi yang telah dicapai oleh MAN 2 Model Banjarmasin baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, grafik prestasi MAN 2 Model Banjarmasin baik akademik maupun non akademik terus meningkat. Dalam bidang akademik, tahun 2006/2007 lalu 100 persen siswanya berhasil lulus dalam Ujian Nasional (UN). Selain itu, dalam bidang non akademik pun selama ini MAN 2 Model Banjarmasin telah menunjukkan prestasi yang luar biasa. Tercatat, pada tahun 2005 lalu, MAN 2 Model Banjarmasin berhasil merebut Juara Pertama Lomba Asah Terampil “Udara Bersih” Tingkat Nasional, Juara Pertama Lomba Sekolah Sehat /UKS tingkat Propinsi, serta yang baru lalu berhasil meraih Spirit Award dalam Bebas Expresi Mading 3D se-Kalimantan Selatan.

Sukses MAN 2 Model Banjarmasin ini bukan saja ditentukan kualitas siswanya, tetapi keberhasilan MAN 2 Model diperoleh melalui proses pembelajaran yang tidak lepas dari peran pendidik yang giat mengadakan seminar dan pelatihan-pelatihan. Sekolah dengan penataan lingkungan penuh warna Islami dan asri ini telah pula berhasil mengembangkan PSBB (Pusat Sumber Belajar Bersama), yang merupakan tempat yang sangat multifungsi yaitu untuk seminar, work shop dan kegiatan pelatihan bagi para guru se-Kalimantan Selatan.

Tonggak kepemimpinan yang sekarang dipegang oleh Drs. H. Abdurrachman, M.Pd. ini bertekad ingin lebih memajukan MAN 2 Model Banjarmasin. Beliau mempunyai rencana dan strategi yang membawa suasana lain dalam kepemimpinannya, sehingga menurut beliau percepatan perkembangan agama Islam harus diimbangi dengan sarana pendidikan yang berkualitas untuk mendidik kader-kader Islami yang tangguh dan berakhlak mulia.

Dengan bukti prestasi yang telah dicapai oleh MAN 2 Model tersebut, penilaian sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa madrasah itu kurang diminati adalah penilaian yang keliru. Sampai saat ini, MAN 2 Model merupakan salah satu madrasah di Kalimantan Selatan yang telah berhasil membuktikan eksistensi dan prestasinya baik di tingkat kota, propinsi, maupun tingkat nasional. Minat masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya ke MAN 2 Model Banjarmasin, juga semakin meningkat tahun demi tahun. Keberhasilan tersebut merupakan buah dari kerja keras, komitmen, pembaharuan, dan kebersamaan yang telah dibangun dan dilakukan secara terus menerus oleh para pimpinan madrasah dan seluruh civitas akademika MAN 2 Model Banjarmasin selama ini.

Terlebih lagi, hal ini disebabkan oleh faktor penghargaan pemerintah yang menyebut bahwa madrasah adalah sekolah umum bercirikan agama dengan penghargaan ijazah yang sama dengan ijazah umum dan plus pendidikan agamanya.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah pelayanan. Dengan memberikan pelayanan terbaik serta diimbangi segudang prestasi maka madrasah tersebut akan semakin diminati masyarakat, sesuai dengan visi MAN 2 Model Banjarmasin yaitu terwujudnya pendidikan yang Islami, berkualitas, berketerampilan, berdaya saing tinggi dan berakar di masyarakat. Di MAN 2 Model Banjarmasin, siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemantapan Aqidah Islam (Spiritual Quotient), nilai ilmiah (Intelektual Quotient), dan keluhuran akhlak (Emotional Quotient). Di samping memupuk sikap kekeluargaan, kebersamaan, mandiri, hemat dan bertanggung jawab, sederhana serta kreatif.

Dalam pembelajarannya, di MAN 2 Model menerapkan sistem Full Day School. Full Day School ini merupakan kegiatan belajar sehari penuh. Dimana siswa memulai belajar pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 14.20 WIB, dilanjutkan dengan pengembangan diri di sore hari. Siswa bebas memilih bentuk pengembangan diri yang mereka minati, seperti ketrampilan komputer, elektronik, otomotif, tata boga atau tata busana. Selain itu, ditambah dengan kegiatan ektra kurikuler sebagai penunjang meliputi kegiatan Pramuka, Paskibra, PMR, kegiatan olah raga dan kesenian musik panting.

Proses Belajar Mengajar (PBM) ditunjang dengan sarana yang memadai seperti laboratorium, ruang multi media, perpustakaan, ruang audio visual, auditorium, dan lain-lain. Media pembelajaran seperti OHP, CD, LCD Projector, dan fasilitas internet tersedia cukup memadai bagi terselenggaranya PBM yang maksimal.

Setiap kali masuk kelas dan mengawali pelajaran, siswa selalu dibiasakan untuk berdo'a dan dilanjutkan mengaji secara bersama-sama. Begitu juga sebaliknya ketika pulang, siswa dibiasakan untuk berdo'a dan bersama-sama membaca Asmaul Husna. Untuk menunjang kegiatan keagamaan, didirikan Masjid Az-Dzikra dan sampai sekarang menjadi pusat kegiatan shalat berjamaah, shalat jumat, dan peringatan hari-hari besar agama Islam.

Di MAN 2 Model Banjarmasin, siswa bebas berekspresi sesuai keinginan mereka. Seperti didalam kelas, siswa dapat menghias dan mendesain ruangan sesuai dengan selera mereka, sehingga menciptakan sekolah sebagai rumah kedua. Prinsip pendidikan berbasis sekolah berjalan efektif di MAN 2 Model Banjarmasin ini.

Peluang

Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era modern belakangan semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, di saat filsafat hidup manusia modern mengalami krisis keagamaan dan di saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.

Terlepas dari berbagai problema yang dihadapi, baik yang berasal dari dalam sistem sendiri, seperti masalah manajemen, kualitas input dan kondisi sarana prasarananya, maupun dari luar sistem seperti aturan-aturan yang menimbulkan kesan madrasah sebagai 'sapi perah', madrasah yang memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh model pendidikan lainnya itu menjadi salah satu tumpuan harapan bagi manusia modern untuk mengatasi keringnya hati dari nuansa keagamaan dan menghindarkan diri dari fenomena demoralisasi dan dehumanisasi yang semakin merajalela seiring dengan kemajuan peradaban teknologi dan materi. Sebagai jembatan antara model pendidikan pesantren dan model pendidikan sekolah, madrasah menjadi sangat fleksibel diakomodasikan dalam berbagai lingkungan masyarakat.

Melihat kenyataan seperti itu, tuntutan pengembangan madrasah akhir-akhir ini dirasa cukup tinggi. Realitas menunjukkan bahwa praktek pendidikan nasional dengan kurikulum yang dibuat dan disusun sedemikian rupa bahkan telah disempurnakan berkali-kali, tidak hanya gagal menampilkan sosok manusia Indonesia dengan kepribadian utuh, bahkan membayangkan realisasinya saja terasa sulit. Pendidikan umum (non madrasah) yang menjadi ”anak emas” pemerintah, telah ”gagal” menunjukkan kemuliaan jati dirinya selama lebih dari tiga dekade. Misi pendidikan yang ingin melahirkan manusia-manusia cerdas yang menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kekuatan iman dan taqwa plus budi pekerti luhur, masih tetap berada pada tataran ideal yang tertulis dalam susunan cita-cita (perundang-undangan). Tampaknya hal ini merupakan salah satu indikator di mana pemerintah kemudian mengakui keberadaan madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.

Setelah kebobrokan moral dan mental merebak dan merajalela, orang baru terbangun dan sadar bahwa pendidikan moral yang selama ini dilakukan lebih berorientasi pada pendidikan politik pembenaran terhadap segala pemaknaan yang lahir atas restu rezim yang berkuasa. Upaya pembinaan moral yang bertujuan meningkatkan harkat dan martabat manusia sesuai dengan cita-cita nasional yang tertuang dalam perundang-undangan telah dikesampingkan dan menjadi jauh dari harapan.

Keberhasilan pendidikan secara kuantitatif didasarkan pada teori Benjamin S. Bloom (1956) yang dikenal dengan nama Taxonomy of Educational Objectives, yang mencakup tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Meskipun demikian, keberhasilan output (lulusan) pendidikan hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Artinya, anak yang tidak pemah shalat pun, jika ia dapat mengerjakan soal tes PAl (Pendidikan Agama Islam) dengan baik maka ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, maka ia pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Lain halnya dengan outcome (performance) seorang alumni Madrasah, bagaimanapun nilai raport dan hasil ujiannya, moral keagamaan yang melekat pada sikap dan perilakunya akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan lembaga pendidikan yang menjadi tempat ia belajar. Karena itulah keberhasilan out-come disebut keberhasilan afektif dan psikomotorik. Bagi lembaga pendidikan madrasah, kedua standar keberhasilan (output dan outcome) yang mencakup tiga domain taxonomy of educational objectives, tidak dapat dipisahkan. Di samping Madrasah mendidik kecerdasan, ia juga membina moral dan akhlak siswanya. Itulah nilai plus madrasah dibandingkan sekolah umum yang hanya menekankan pembinaan kecerdasan intelek (aspek kognitif) semata.

Harapan

Sebagai lembaga pendidikan yang lahir dari masyarakat, madrasah lebih mudah mengintegrasikan lingkungan eksternal ke dalam organisasi pendidikan, sehingga dapat menciptakan suasana kebersamaan dan kepemilikan yang tinggi dengan keterlibatan yang tinggi dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat bukan lagi terbatas seperti peranan orang tua siswa, yang hanya melibatkan diri di tempat anaknya sekolah. Melainkan keterlibatan yang didasarkan kepada kepemilikan lingkungan.

Sesuai dengan jiwa desentralisasi yang menyerap aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, masyarakat dituntut untuk memiliki kepedulian yang tinggi dengan memperhatikan lembaga madrasah yang berada di lingkungan setempat. Hal ini dapat menumbuhkan sikap kepemilikan yang tinggi dengan memberikan kontribusi baik dalam bidang material, kontrol manajemen, pembinaan, serta bentuk partisipasi lain dalam rangka meningkatkan eksistensi madrasah yang selanjutnya menjadi kebanggaan lingkungan setempat.

Mewujudkan MAN 2 Model Banjarmasin sebagai grass root bagi masyarakat dan pioner penerapan inovasi pendidikan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan keberanian dalam menata sistem pendidikan secara holistik, kerja sama dan semangat kebersamaan dari segenap civitas akademika yang ada di madrasah, serta fungsi kontrol dan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat.

Ke depan, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang hidup dari, oleh dan untuk masyarakat perlu mendapatkan sentuhan pikiran dan tangan kita bersama. Peningkatan mutu dan pelayanan prima tidak akan terealisasi tanpa andil semua pihak. Untuk itu, demi peningkatan kualitasnya maka madrasah perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan. Semoga!


Dirgahayu MAN 2 Model Banjarmasin!



* Penulis : Staf Pengajar pada MAN 2 Model Banjarmasin

Email : manda_bjm@yahoo.com

Website : manda-bjm.blogspot.com


Tidak ada komentar: